
Dr. Romi Novriadi, M.Sc
(Pengendali Hama dan Penyakit Ikan dan Wakil Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia)
Untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi produksi, beberapa sistem produksi dapat digunakan salah satunya adalah sistem VITON yang dapat dilakukan di tengah pemukiman penduduk tanpa harus merusak lingkungan. Dari hasil pengamatan, optimalisasi produksi untuk sistem VITON dapat dilakukan dengan menggunakan padat tebar 300 PL/m2.
Saat ini, kecenderungan produksi udang vaname di Indonesia mulai beralih dari sistem ekstensif atau tradisional menuju kearah intensif bahkan supra intensif. Kepadatan udang yang digunakan untuk sistem intensif umumnya dimulai dari dari kepadatan 150 PL/m2 hingga 500 PL/m2. Untuk Supra intensif, karakteristik padat tebar yang dilakukan bahkan lebih dari 500 PL/m2.
Namun, perlu diingat bahwa penggunaan padat tebar tinggi tentu juga berpengaruh kepada carrying capacity lingkungan produksi untuk mendukung optimalisasi laju pertumbuhan udang. Beberapa peneliti bahkan mengungkapkan bahwa penggunaan padat tebar tinggi dapat berdampak pada degradasi kualitas lingkungan, khususnya peningkatan akumulasi bahan-bahan organik yang bersifat toksik, seperti Ammonia (NH3) dan Nitrit (NO2), meningkatnya pertumbuhan mikroorganisme patogen karna nitrogen – sebagai substrat untuk mendukung pertumbuhan – yang berasal dari feces dan sisa pakan yang tidak dikonsumsi juga meningkat, hingga kepada peluang terjadinya wabah penyakit akibat frekuensi kontak antar udang yang lebih intensif.

Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan adanya kecenderungan laju pertumbuhan yang semakin menurun seiring dengan padat tebar yang semakin meningkat. Umumnya, data-data ini diperoleh dari sistem produksi yang umum digunakan seperti penggunaan kolam tanah yang dilapisi oleh plastik High Density Polyethylene (HDPE) dan kolam terpal. Hingga saat ini belum ada data penelitian yang menunjukkan terjadinya kecenderungan yang sama untuk sistem pemeliharaan udang intensif di bak beton (VITON).
Untuk itu, penulis mencoba untuk melakukan evaluasi terhadap efek penggunaan padat tebar intensif pada laju pertumbuhan udang vaname yang dipelihara di bak beton. Padat tebar yang digunakan pada pengamatan ini ada 4 (empat), yakni 300, 400, 500 dan 600 PL/m2.
Bahan dan Metoda
Penelitian ini dilakukan di fasilitas perbesaran udang di PT. Batam Dae Hae Seng (Batam, Kepulauan Riau, Indonesia). Benih udang vaname diperoleh dari PT. Suri Tani Pemuka (Anyer, Jawa Barat, Indonesia). Serta di aklimatisasikan dan dipelihara di bak pendederan selama dua puluh hari hingga mencapai ukuran tebar yang diinginkan.
Pada awal penelitian, udang dengan berat rata-rata 0,3 ± 0,07 g dimasukkan ke dalam bak pemeliharaan dengan ukuran 8 x 8 x 1 m dengan empat padat tebar yang berbeda, yakni: 300, 400, 500 dan 600 udang m-2 selama masa produksi 65 hari. Penelitian dilakukan dengan menggunakan delapan replikat untuk masing-masing padat tebar yang berbeda. Bak pemeliharaan di suplai oleh media air laut dengan salinitas 30 – 33 ‰ yang dilengkapi dengan air disc fine bubble diffuser sebagai suplai oksigen utama dan kincir 0,5 HP (MinipaddTM) sebagai media tambahan sistem suplai oksigen terlarut. Pergantian air dilakukan dengan jumlah 5 – 10% selama masa pemeliharaan.
Manajemen Pakan
Seluruh kolam pemeliharaan menggunakan pakan yang sama (protein kasar 33 – 35%, dan lemak 5%) yang diproduksi oleh Evergreen (Indonesia Evergreen Agriculture, Lampung Selatan, Indonesia). Jumlah pakan yang diberikan berdasarkan estimasi pertambahan berat udang 1 g per minggu, FCR 1,4 dan kematian mingguan sebanyak 3 %. Selama masa pemeliharaan, udang diberik pakan sebanyak enam kali sehari dan rasio disesuaikan dengan persentase berat udang yang dianalisa setiap minggu.
Hasil Pengamatan
Pada Tabel 1 dan Gambar 1 disajikan data laju pertumbuhan udang vaname yang dipelihara di empat kepadatan berbeda, yakni 300, 400, 500 dan 600 PL/m2. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa laju pertumbuhan udang yang dikultur dalam sistem VITON terlihat semakin menurun ketika padat tebar ditingkatkan. Berat akhir, biomas dan homogenitas udang terlihat lebih baik di kepadatan 300 PL/m2 dibandingkan kepadatan 400, 500 dan 600 PL/m2.
Hasil ini mengkonfirmasikan hasil-hasil riset sebelumnya yang dilakukan dalam sistem pemeliharaan yang berbeda. Untuk nilai konversi pakan (FCR), tidak ada perbedaan yang nyata di semua perlakuan. Hal ini utamanya karna sistem manajemen pakan yang selalu disesuaikan berdasarkan hasil sampling yang dilakukan secara mingguan dan perhitungan tingkat kelulushidupan udang vaname.
Berdasarkan hasil diatas, jikalau para pelaku usaha ingin mendapatkan hasil panen dengan quantity yang lebih besar, opsi untuk meningkatkan padat tebar dapat menjadi pilihan. Namun, hal ini harus juga memperhatikan kondisi carrying capacity lingkungan yang biasanya juga akan berdampak pada kualitas lingkungan yang pada akhirnya berdampak pada tingkat kelulushidupan.
Proses pergantian air dan manajemen lingkungan harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Penggunaan aplikasi untuk melakukan pemantauan kualitas air secara real time dapat dijadikan sebagai bagian dari sistem produksi karna dapat membantu pelaku usaha dalam mengambil keputusan yang tepat. Penggunaan aplikasi dan Internet of Things (IoT) dalam sistem VITON menjadi bagian dari SOP yang kami usulkan karna dapat membantu pelaku usaha mengambil keputusan gerdasarkan data-data yang tercatat dengan baik. Berdasarkan data pengamatan, optimalisasi produksi dapat dicapai melalui penentuan sistem manajemen produksi yang tepat dan optimal. ***
Tabel 1. Data laju pertumbuhan udang (berat awal rata-rata 0,3±0,07 g) untuk empat perlakuan kepadatan yang berbeda. Nilai yang disajikan merupakan data rata-rata ± standar deviasi dari delapan replikat per perlakuan. Hasil dengan huruf superscript yang berbeda menunjukkan perbedaan yang cukup nyata (P<0.05) berdasarkan analisa statistic ANOVA yang diikuti oleh perlakuan Tukey’s multiple comparison test.
Padat tebar
(udang m-2) |
Biomas
(Kg) |
Berat akhir
(g) |
Pertambahan berat (g) | ADG1
(g) |
Input pakan
(kg/bak) |
FCR2 | Kelulushidupan
(%) |
300 | 133.2±5.1b | 13.0±0.2a | 12.5±0.2a | 0.17±0.02a | 210.00±0.00a | 1.58±0.06 | 56.36±2.17 |
400 | 156.9±15.7ab | 11.6±0.5b | 11.2±0.5b | 0.16±0.00b | 220.25±36.30a | 1.40±0.18 | 52.98±4.72 |
500 | 172.8±10.0ab | 10.3±0.4c | 10.0±0.4c | 0.15±0.01c | 245.75±27.29a | 1.43±0.20 | 52.36±2.70 |
600 | 198.7±32.0ab | 9.3±1.0d | 8.8±0.9d | 0.14±0.02d | 280.88±34.48ab | 1.43±0.10 | 55.94±7.73 |
P-value | <0.0001 | <0.0001 | <0.0001 | 0.0002 | <0.0001 | 0.0850 | 0.4822 |
PSE3 | 19.8827 | 0.5728 | 0.5515 | 0.0139 | 28.5431 | 0.1468 | 4.8442 |
Regresi linear | |||||||
r2 | 0.6173 | 0.8762 | 0.8849 | 0.7778 | 0.4858 | 0.0988 | 0.0074 |
p-value | <0.0001 | <0.0001 | <0.0001 | <0.0001 | <0.0001 | 0.0798 | 0.6388 |
ADG = Average Daily Growth atau pertumbuhan rata-rata harian
FCR = Feed conversion ratio
PSE = Pooled standard error
